Minggu, 07 Agustus 2011

SOAL UJIAN PERBAIKAN LAB STATISTIK II (METOD) STIE WIDYA MANGGALA


SOAL UJIAN PERBAIKAN
LAB STATISTIK II (METOD)
STIE WIDYA MANGGALA SEMARANG 
Soal:
Sebuah penelitian memiliki 4 variabel bebas dan 2 variabel terikat. Masing-masing variabel bebas yaitu X1, X2, X3 dan X4. Kemudian untuk variabel terikat yaitu Y1 dan Y2. Variabel X1 memiliki 5 item pertanyaan, X2 memiliki 4 item pertanyaan, X3 memiliki 3 item pertanyaan dan X4 memiliki 2 pertanyaan.
Kemudian untuk variabel Y1 memiliki 7 item pertanyaan dan Y2 memiliki 3 item pertanyaan.
Dari soal diatas jawab pertanyaan dibawah ini:
  1. Buat data hasil penyebaran kuesioner (data bebas) dengan skala likert 1-9, dengan jumlah responden sebanyak 30 orang, dan tingkat kesalahan 5%.
  2. Lakukan pengujian validitas untuk setiap item variabel,berikan penjelasan item mana yang dinyatakan tidak valid beserta penjelasannya!
  3. Lakukan pengujian reliabilitas untuk setiap variabel, berikan penjelasan variabel mana yang tidak reliabel beserta penjelasannya!
  4. Lakukan pengujian multikolonieritas untuk setiap variabel bebas, berikan penjelasan apa hasil dari uji multikolonieritas tersebut!
  5. Berikan penjelasan mengapa pada sebuah penelitian harus menggunakan uji asumsi klasik, bagaimana jika uji asumsi klasik tersebut tidak dilakukan, apa hubungannya uji asumsi klasik dengan uji regresi, dan apakah cukup jika sebuah penelitian hanya melakukan uji regresi namun tidak melakukan uji asumsi klasik?

NB:
  • Hasil berupa file SPSS (data dan output) dan Microsoft word 
  • Hasil dapat di kirim via email ke vcosjak@gmail.com
  • Hasil paling lambat diterima tanggal 9 agustus 2011 
  • Jika ada pertanyaan silahkan menghubungi STIE WIDYA MANGGALA atau hubungi +628522 96 995 96

Jumat, 20 Mei 2011

Organization Development on Human Resource Training and Development


Dwiyadi Surya Wardana, SE, MM
Bahan Seminar Perilaku Organisasi Pada STIE Widya Manggala Semarang Indonesia
Tantangan
Sebuah organisasi atau perusahaan akan terus mendapat tantangan baik tantangan internal maupun tantangan eksternal. Impian para pemilik perusahaan atau organisasi dimanapun dan kapanpun pasti sama yaitu ingin selalu meraih sukses demi sukses. Sialnya, sejarah panjang perjalanan bisnis mencatat , seiring berjalannya waktu atau era, banyak perusahaan yang dulu berjaya belakangan dipaksa bertumbangan dan tinggal nama. Tak pandang bulu tragedi ini bisa menimpa organisasi skala manapun, kecil, menengah, besar bahkan mereka yang biasa dijuluki organisasi ataupun perusahaan raksasa. Hal tersebut diatas dapat terjadi karna alasan apaun. Namun salah satu alasan terkuat adalah karena organisasi tidak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan yang semakin dinamis. Meminjam istilah Charles Darwin, lagi-lagi soal survival of the fittest. Namun bukan dalam pengertian yang sering disalah tafsirkan orang bahwa spesies terkuatlah yang akan bertahan hidup. Dalam risalahnya, The original of species dengan jelas Darwin menulis bukan spesies terkuat maupun tercerdas yang mampu bertahan hidup, melainkan mereka yang paling responsif terhadap perubahan.
Temuan ilmuwan besar inggris yang mengguncangkan dunia itu dipublikasikan pada tahun 1859. Seratus sebelas tahun kemudian futurolog Alvin Toffler, lewat buku legendarisnya The Future Shock (1970) mengibaratkan perusahaan-perusahaan raksasa yang bangkrut seperti dinasaurus yang meski kuat dan perkasa akhirnya punah karena gagal beradaptasi dengan alam dan lingkungannya. Ada pesan krusial dibalik temuan agung para pemikir besar tersebut. Seperti halnya spesies-spesies lain yang hidup dimuka bumi ini, organisasi-organisasi pun memiliki dinamika dan siklus hidup yang dari waktu ke waktu harus berjuang menghadapi ancaman kemerosotan, bahkan kepunahan. Hanya perusahaan-perusahaan yang cepat beradaptasi dengan alam dan lingkungan baru yang bisa lolos dari ancaman kepunahan[1]. Begitu banyak fakta yang menunjukan bahwa perubahan adalah kata kunci yang harus dipegang bila suatu organisasi ingin terus bertahan dan berkembang. Perubahan ini tidak datang begitu saja, selama yang kita ketahui bahkan yang akan datang lanskap sosial, politik dan ekonomi lokal-global telah dan akan menciptakan dinamika yang dahsyat. Dalam beberapa tahun terakhir ini kita banyak mendengar isu-isu aktual yang harus direspon oleh organisasi. Isu-isu aktual tersebut seperti adanya isu green produk, Asean China Free Trade Area, dan beberapa isu aktual lainnya. Kemudian isu yang paling aktual sekarang adalah adanya wacana bahwa akan diadakannya standar produk untuk Negara Asean. Belum lagi adanya perubahan iklim yang ekstrem menyebabkan berubahnya demografi konsumen, terjadinya krisis dunia, melonjaknya harga minyak dunia, semakin sulitnya memprediksi keadaan perekonomian lokal maupun internasional, kemudian seperti yang kita ketahui bersama masalah pesatnya tehnologi informasi dan komunikasi yang berimbas kepada semakin sulitnya memberikan kepuasan yang maksimal kepada konsumen dan perubahan-perubahan lain yang harus direspon oleh organisasi.
Organisasi tidak dapat menghindar ataupun menolak perubahan-perubahan yang terjadi pada dunia. Dan perubahan tersebut tidak akan menunggu hingga semua organisasi siap. Merespon secara positif perubahan tersebut merupakan kunci kesuksesan organisasi bertahan dalam perubahan. Salah satu hal yang wajib dilakukan oleh organisasi dalam merespon perubahan adalah melakukan ‘pembangunan’ terhadap sumber daya manusia yang ada pada perusahaannya. Sebuah pendapat menarik dinyatakan oleh John Tschohl, seorang pakar service quality dunia. Singapura merupakan Negara dengan CS terbaik, mereka mengeluarkan banyak uang untuk melakukan ‘people development’. Sering kita lihat perusahaan-perusahaan mengeluarkan banyak uang untuk advertising, tetapi lupa pada pengembangan orang. Mereka (organisasi) juga memiliki bajet yang tidak terbatas untuk iklan. Mereka cuma berfikir bagaimana cara menarik pelanggan, tetapi terkejut pada saat pelanggan mereka pergi. Mereka lupa untuk menjaga pelanggan mereka[2].
Diatas tadi adalah contoh betapa pentingnya suatu pengembangan yang berkesinambungan terhadap sebuah organisasi bahkan pada sebuah pemerintahan. Pengembangan terhadap sumberdaya manusia dapat dilakukan dengan melakukan sebuah investasi pada program pelatihan dan pengembangan yang dilakukan organisasi. Banyak pendapat menarik dilontarkan oleh para pemilik perusahaan atau organisasi yang mengeluhkan sulitnya mendapatkan CEO atau manajer up-level untuk mengisi atau menggantikan para seniornya yang harus mundur karena faktor usia. Mereka menyatakan kebingungan untuk memilih manajer apakah akan mengambil orang dari dalam organisasi ataukah akan mengambil orang dari luar organisasi. Tentu saja masing-masing permasalahan tadi memiliki jawaban, alasan dan kebaikan dan keburukan sendiri-sendiri. Beberapa ahli dunia menyatakan sebenarnya permasalah tersebut adalah permasalahan ‘bodoh’. Permasalahan tersebut diatas sebenarnya tidak perlu terjadi jika organisasi tersebut jeli dalam pemilihan karyawan potensial yang kemudian dapat diberikan pelatihan dan pengembangan untuk mengisi kekosongan kedudukan pada perusahaan. Diakui oleh banyak organisasi, melakukan program pelatihan dan pengembangan terhadap sumber daya manusia pada perusahaan cukup menguras kas perusahaan. Namun pemikiran tersebut akan hilang jika perusahaan berfikir bahwa program tersebut adalah sebuah investasi bagi perusahaan. Sama halnya seperti ketika organisasi melakukan periklanan yang merupakan investasi pada sebuah merek. Diatas adalah tantangan-tantangan organisasi yang harus direspon oleh organisasi. Mulai dari tantangan eksternal sampai tantangan internal. Program-program pelatihan dan pengembangan dapat dilakukan untuk merespon kebutuhan-kebutuhan tersebut. Tentusaja tidak semua permasalahan yang terjadi pada organisasi dapat dipecahkan dengan melalakukan program pelatihan dan pengembangan. Analisis terhadap masalah merupakan entry point yang krusial terhadap keberlangsungan sebuah organisasi.
Apa Itu Pelatihan Dan Pengembangan
Sebenarnya pelatihan dan pengembangan tidak dapat dipisah-pisahkan. Ketika sebuah organisasi melakukan suatu program pelatihan, hal tersebut juga akan berdampak pada organisasi untuk jangka panjang. Para karyawan baru biasanya telah memiliki kecakapan dan keterampilan dasar yang dibutuhkan oleh organisasi. Namun mereka belum tentu mampu secara penuh untuk melaksanakan tugas-tugasnya yang sesuai dengan standar yang diinginkan oleh organisasi, oleh karena itu mereka membutuhkan suatu pelatihan ataupun pengembangan untuk mendapatkan performance yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Bukan itu saja, pelatihan dan pengembangan tidak hanya diperuntukan untuk karyawan baru saja melainkan juga pelatihan dan pengembangan diperuntukan bagi karyawan lama yang memiliki tujuan sendiri-sendiri. Sebagai contoh yaitu untuk memberikan pengetahuan baru atau meng-upgrade pengetahuan para karyawan, atau dapat juga dilakukan pada karyawan lama untuk mempersiapkan mereka menduduki level yang lebih tinggi pada organisasi.
Terdapat beberapa perbedaan atau perdebatan antara para pakar tentang pelatihan dan pengembangan. Perdebatan tentang perbedaan pengertian antara pelatihan dan pengembangan masih terus dikaji oleh para pakar sumberdaya manusia. Beberapa menyatakan bahwa pelatihan dilakukan untuk para karyawan ‘lower-level’ dan pengembangan dilakukan untuk para karyawan ‘higher-level’. Pendapat ini seperti dinyatakan oleh Sikula (1976) dalam Munandar (2008: 85) menyatakan bahwa pelatihan merupakan proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir, sehingga tenaga kerja non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu. Sedangkan pengembangan adalah proses pendidikan jangka panjang yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir, sehingga tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan umum. Pelatihan dan pengembangan dapat kita anggap sebagai fungsi dari batas dari sistem atau sub sistem. Para tenaga kerja dilatih atau dikembangkan agar memperlihatkan perilaku (memberikan prestasi) sesuai dengan yang ditetapkan/ dituntut oleh perusahaan. Namun banyak dari para ahli sependapat bahwa pelatihan dan pengembangan tidak dibatasi oleh level struktural atau level manajerial ataupun level non manajerial. Munandar (2008: 86) berpendapat bahwa sebenarnya batasan pelatihan dan pengembangan tidak jelas. Istilah pelatihan digunakan untuk melatihkan pengetahuan dan keterampilan tertentu, keterampilan menggunakan peralatan dan/ atau mesin-mesin dan keterampilan manajerial, yang berlangsung dalam waktu yang relatif singkat dan dalam jangka waktu pendek baik untuk tenaga kerja manajerial maupun untuk tenaga kerja bukan manajer. Pendapat serupa dituliskan oleh Cascio (2010: 288) traditionally, lower-level employees were ‘trained’ while higher-level employees were ‘developed’. This distinction, focusing on the learning of hands-on skill versus interpersonal and decision-making skill, has become too blurry in practice to be useful. Dinyatakan bahwa pengertian antara pelatihan untuk level bawah dan pengembangan untuk level atas tersebut terlalu tidak jelas. Sependapat dengan para ahli yang tidak memandang perbedaan program pelatihan dan pengembangan berdasarkan level struktural organisasi Simamora (2004: 274) jikalau seseorang ingin melakukan pembedaan antara pelatihan (training) dan pengembangan (development) maka pelatihan diarahkan untuk membantu para karyawan menunaikan pekerjaan mereka saat ini secara lebih baik, sedangkan pengembangan mewakili suatu investasi yang berorientasi kemasa depan dalam diri karyawan.
Kita tidak akan terus membahas berdebatan perbedaan antara pelatihan dan pengembangan, melainkan harus mengambil sikap atau posisi dan mengambil komitmen bahwa pelatihan dan pengembangan tidak dapat dipisahkan. Mengambil pengertian dari UU Nomor 13 tahun 2003 bab V tentang pelatihan kerja menyatakan bahwa pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan (Tim Redaksi Hukum Nuansa Aulia, 2007:22). Kemudian sebagian besar para pakar sumber daya manusia dan psikologi sepakat bahwa perbedaan pelatihan dan pengembangan terletak pada lamanya jangka waktu program tersebut dilakuakan. Program pelatihan cenderung dilakukan lebih cepat dari program pengembangan, dalam sebuah sumber mengatakan bahwa program pengembangan biasanya dilakukan dalam waktu dua tahun atau lebih, contohnya adalah kuliah. Organisasi menyekolahkan beberapa atau seseorang yang dianggap kompeten, kemudian program tersebut ditempuh selama dua tahun atau lebih, program menyekolahkan individu tersebut dikatakan adalah program pengembangan. Sedangkan program-program pelatihan tidak terbatas hanya pada karyawan bagian operasional atau low-level saja karena program seperti seminar, outbound activity juga diikuti individu yang berada pada up-level yang mana contoh program tersebut merupakan program pelatihan.
Pengaruh pelatihan Dan Pengembangan Pada Individu, Team, Organisasi, dan Masyarakat.
Dalam buku Cascio (2010:291) menyatakan bahwa beberapa penelitian terbaru dan literatur-literatur tentang pelatihan dan pengembangan mengidentifikasi terdapat 13 keuntungan dalam program pelatihan dan pengembangan sumberdaya manusia. Sebagian besar keuntungan tersebut terdapat pada individu dan tim pada sebuah organisasi. Keuntungan tersebut yaitu:
1)      Meta-analisis: beberapa penelitian kuantitatif yang telah dilakukan yang berkaitan dengan program pelatihan menghasilkan fakta bahwa pelatihan dan pengembangan menghasilkan hal positif pada pekerjaan yang berhubungan dengan perilaku ataupun performance.
2)      Pelatihan memungkinkan sumberdaya manusia yang mengikuti program tersebut meningkatkan inovasi atau kreatifitasnya dan keterampilan yang terlihat. Keterampilan yang terlihat seperti seorang pengrajin atau pemahat memiliki keterampilan yang lebih baik untuk menghasilkan pahatan yang lebih halus dan lain-lain.
3)      Pelatihan dapat meningkatkan keterampilan tehnis. Keterampilan tehnis yang sesuai dengan standar organisasi.
4)      Mendapatkan pengetahuan lebih, yang dapat digunakan ketika pengetahuan tersebut dibutuhkan.
5)      Pelatihan dapat memberikan atau menjadikan karyawan memberikan performance yang konsisten. Terkadang manusia sering melakukan kesalahan dalam bekerja atau tidak konsisten dalam hasil pekerjaan, dengan program pelatihan dan pengembangan dapat meningkatkan konsistensi dalam hasil pekerjaan.
6)      Hasil yang konsisten tersebut dapat pula menjadikan para pekerja tersebut meningkatkan manajemen dirinya atau dia dapat menyakini diri sendiri bahwa dia dapat bekerja dengan baik dan benar. Yang nantinya akan berpengaruh baik pada perusahaan.
7)      Dalam hasil penelitian ilmiah program pengembangan berpengaruh positif pada organisasi. Pengaruh tersebut seperti meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.
8)      Beberapa penelitian ilmiah dan review terhadap artikel yang mengulas tentang pelatihan dan pengembangan mengasilkan fakta bahwa pelatihan pertukaran kebudayaan menghasilkan performance yang baik pada para pekerja asing.
9)      Pelatihan kepemimpinan sama seperti meningkatkan perilaku yang baik pada bawahan. Seperti memiliki efek positif pada motivasi, nilai dan kepercayaan diri para bawahan.
10)  Pada pelatihan komunikasi tim dan pelatihan efektifitas tim dari hasil penelitian ilmiah didapat hasil bahwa program tersebut memiliki efek positif pada performance tim.
11)  Banyak hasil penelitian tentang efek pelatihan pada level organisasi yang menyatakan bahwa program tersebut memiliki pengaruh positif pada organisasi. Seperti meningkatkan kepuasan konsumen, meningkatkan kepuasan para pemilik atau para BOD, meningkatkan juga penjualan dan produktivitas para karyawan.
12)  Pada level organisasi, pelatihan juga merupakan komunikasi organisasi.
13)  Pada pengaruhnya terhadap masyarakat dan Negara, pelatihan dapat meningkatkan kualitas pekerja. Para pekerja yang berkualitas pada suatu Negara akhirnya dapat meningkatkan perekonomian suatu Negara.
Beberapa fakta yang diambil dari sebuah majalah mengenai pengaruh pelatihan terhadap organisasi yaitu[3]: pada PT. Shafira Larasa Persada yang sudah mulai menjalankan bisnisnya sejak 1989 yang mengaku sempat berjalan ditempat beberapa tahun dan hampir tidak beroperasi lagi mengaku melakukan beberapa program pelatihan seperti melakukan pelatihan terhadap pelayanan yang mengikut sertakan semua level organisasi mulai dari atas hingga bawah. Kemudian mengadakan diskusi tiap jumat untuk level front liner, kemudian organisasi juga mengadakan kelas manajemen untuk para majaner dengan pembicara dari beberapa praktisi bisnis. Tidak hanya itu organisasi juga menghadirkan desainer dari luar negeri untuk meningkatkan pengetahuan para desainernya, kemudian juga para manajer dikursuskan akunting di Universitas Indonesia, dan yang terakhir adalah bagi karyawan operasional dikursuskan pada kelas kepribadian di John Robert Power.
Tidak hanya pada organisasi swasta saja yang melakukan program pelatihan dan pengembangan. Pada perusahaan ber-pelat merah atau perusahaan Negara (BUMN) Hotel Inna Natour yang mengalami kemunduran beberapa tahun belakangan ini mengaku melakukan perombakan besar-besaran dan tidak lupa melakukan program pelatihan dan pengembangan terhadap organisasinya. Program yang dilakukan adalah selama setahun melakukan outbond sebanyak 1-2 kali, kemudian juga melakukan studi banding ke hotel-hotel diluar negeri untuk tim pemasaran. Kemudian PT. Aetra Air Jakarta juga mengaku melakukan program pelatihan dan pengembangan terhadap organisasinya demi meningkatkan kemampuan para karyawannya. Pada organisasi ini perusahaan melakukan rotasi jabatan dari lini atau divisi satu ke divisi lain, kemudian organisasi juga melakukan pelatihan dalam hal mengubah pola fikir karyawan dengan mengikut sertakan 2.500 karyawannya dalam program ESQ Ary Ginanjar. Tidak kalah unik sebuah perusahaan retail emas yaitu PT. goldmartindo melakukan pelatihan dengan mengikutkan para karyawannya pada kelas seni pertunjukan dan para pemilik perusahaan tersebut diatas mengaku bahwa program pelatihan dan pengembangan tersebut memiliki pengaruh positif terhadap perkembangan perusahaan.
4 Karakteristik Perusahaan Yang Menyelenggarakan Praktek Pelatihan Dan Pengembangan Yang Efektif
Survei yang dilakukan pada program pelatihan dan pengembangan perusahaan mengidentifikasi perusahaan atau organisasi akan menghasilkan program pelatihan dan pengembangan yang efektif jika memiliki 4 karakteristik dibawah ini (Cascio, 2010: 293).
1)      Para top manajemen atau manajer paling atas harus memiliki komitmen terhadap program pelatihan dan pengembangan. Para manajer tersebut harus menjadikan pelatihan dan pengembangan ini menjadi budaya organisasi tersebut. Dalam bukunya Cascio (2010:293) mengemukakan organisasi-organisasi yang para top manajernya memiliki komitmen terhadap pelatihan dan pengembangan seperti Google, Disney, Marriott, dan Hewlett-packard. Dari penjelasan diatas bahwa para petinggi organisasi harus memiliki komitmen terhadap program pelatihan dan pengambangan agar tercapainya efektifitas organisasi secara maksimal.
2)      Yang kedua diidentifikasi oleh Cascio adalah program pelatihan dan pengembangan harus berhubungan dengan strategi dan tujuan bisnis organisasi.
3)      Kemudian karakteristik organisiasi sukses melakukan program pelatihan dan pengembangan yaitu memiliki umpan balik terhadap lingkungan organisasi. Artinya lingkungan juga harus mendukung tercapainya efektifitas pelatihan. Setelah dilakukannya pelatihan tentu saja harus didukung oleh lingkungan, sebagai contoh ketika dalam sebuah pelatihan dilakukan program untuk mengubah perilaku sering terlambatnya para karyawan, namun setelah program tersebut selesai tidak didukung oleh perubahan lingkungan yang mendukung. Kemungkinan perilaku sering terlambat tersebut hanya akan berubah sementara, setelah beberapa waktu berlalu perilaku tersebut akan kembali seperti semula.
4)      Yang terakhir harus ada pada organisasi agar tercapainya efektifitas pelatihan dan pengembangan yaitu organisasi harus berkomitmen untuk berinvestasi terhadap sumberdaya manusia yang baik. Baik dalam hal pengetahuannya juga baik dalam hal perilakunya. Memang untuk mendapatkan sumberdaya yang terbaik sedikit menguras kas organisasi namun dapat menghemat waktu dan uang untuk melakukan pelatihan dan pengembangan.
Menilai Kebutuhan Pelatihan Dan Pengembangan
Untuk menentukan kebutuhan dapat diperoleh dari persamaan berikut ini: kinerja standar– kinerja aktual= kebutuhan pelatihan (Moore, 1978, Schuler, 1993). Kemudian dalam menganalisis kebutuhan pelatihan dan pengembangan sebuah organisasi Rivai (2005: 234) menyatakan bahwa dalam menganalisis kebutuhan pelatihan dengan mengumpulkan dan menganalisis gejala-gejala dan informasi-informasi yang diharapkan dapat menunjukan adanya kekurangan dan kesenjangan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja karyawan untuk menempati posisi jabatan tertentu dalam suatu perusahaan. Terdapat beberapa cara untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan yaitu, (1) membendingkan uraian pekerjaan atau jabatan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki karyawan atau calon karyawan. (2) menganalisis penilaian prestasi kerja. (3) menganalisis catatan karyawan tentang latar belakang pendidikan, hasil tes seleksi masuk, latihan yang pernah diikuti dan beberapa catatan individu karyawan. (4) menganalisis laporan keluhan pelanggan, keluhan karyawan, tingkat absensi dan kekurangan-kekurangan yang bisa ditanggulangi dengan pelatihan. (5) menganalisis masalah yang dihadapi perusahaan secara umum. (6) merancang jangka panjang perusahaan, yang juga akan melibatkan SDM yang akhirnya dapat melihat kesenjangan, kebutuhan sdm, dan kebutuhan keterampilan pada perusahaan.
Tabel 1
Checklist Untuk Menemukenali Kebutuhan Pelatihan Dalam Satu Unit Tertentu
Butir-butir yang dipertimbangkan untuk pelatihan, kebutuhan pelatihan?
Apakah keluar-masuknya (turnover) karyawan sangat tinggi?
Apakah sangat banyak terjadi kecelakaan?
Apakah angka kemangkiran terlalu tinggi?
Apakah keluhan sering diajukan?
Apakah banyak dilakukan tindakan disiplin?
Apakah produksi sedang tidak tepat waktu?
Apakah sering timbul hambatan dalam produksi?
Apakah standar kendali mutu terlaksana tanpa biaya tinggi?
Apakah jelas tampak adanya praktek manajemen yang tidak baik?
Apakah ada masalah dalam komunikasi?
Apakah sering terjadi konflik antar pribadi?
Apakah penyelianya efektif?
Apakah sasarannya diketahui dan dipahami?
Apakah soal surat menyurat dilaksanakan tepat waktu?
Apakah para penyelia menggunakan staff ahlinya secara efektif?
 Sumber: Miner (1992) Industrial-Organizational Psychology
Kumudian Munandar (2008: 105) menyatakan untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan perlu dilaksanakan dua kegiatan utama, yaitu: melaksanakan studi pekerjaan dan mengadakan assessment dari tenaga kerja. Assessment tenaga kerja dapat dilakukan oleh atasan langsung tenaga kerja dalam rangka penilaian karya atau penilaian prestasi tenaga kerja, dapat pula dilaksanakan oleh assessment center. Assessment center adalah suatu pusat yang didirikan oleh perusahaan sendiri yang mendapat tugas khusus untuk menilai tenaga kerja. Kemudian kemungkinan lain dalam menilai tenaga kerja (kinerja dan atau prestasi kerja) dapat dilakukan oleh suatu badan atau lembaga diluar perusahaan. Biasanya kebutuhan pelatihan berdasarkan permintaan dari para line manager, berdasarkan unjuk kerja yang kurang memuaskan dari para bawahan. Munandar juga mengambil dari studi yang dilakukan Miner (1992) yang mana menyarankan untuk menggunakan suatu checklist yang mana seperti terlihat pada tabel 1.
Kemudian untuk menilai kebutuhan pelatihan dalam sebuah organisasi Cascio (2010: 295) menyatakan terdapat 4 level penilaian kebutuhan pelatihan, masing-masing level dapat menilai kebutuhan yang berbeda-beda dalam menilai kebutuhan pelatihan. Level pertama yaitu level yang paling besar atau paling umum, yaitu menilai kebutuhan pelatihan dan pengembangan pada level organisasi. Pada level ini pertimbangan utama adalah apakah usulan pelatihan cocok atau tidak dengan strategi, tujuan, kultur organisasi. kemudian satu hal yang penting juga dalam penilaian pada level organisasi adalah menganalisis lingkungan ekternal organisasi dan iklim di dalam organisasi. Mengetahui perubahan-perubahan seperti perubahan undang-undang atau hukum, aktifitas perserikatan tenaga kerja, produktifitas, kecelakaan kerja, perputaran tenaga kerja, absensi, dan perilaku karyawan pada saat bekerja merupakan informasi yang dibutuhkan oleh organisasi dalam mencapai tujuannya. Kemudian setelah organisasi menilai kebutuhan pada level organisasi, level kedua adalah penilaian pada level demografi. Namun penilaian pada level organisasi merupakan langkah pertama yang sangat krusial karena berkaitan dengan tujuan perusahaan. Pada tahap kedua ini atau analisis demografi dapat berguna untuk menganalisis kebutuhan special dari sebuah grup dalam sebuah organisasi. Sebagai contoh kebutuhan para karyawan yang sudah senior atau karyawan yang sudah cukup tua, kemudian kebutuhan untuk karyawan wanita, atau bisa juga pada level penyelia, para penyelia membutuhkan pelatihan untuk meningkatkan prestasinya. Menilai kebutuhan pelatihan yang ketiga adalah menilai atau melakukan analisis pada level operasional. Pada level menganalisis kebutuhan terhadap level operasional organisasi dapat melihat apakah hasil pekerjaan karyawan sudah sesuai dengan standar yang berlaku di organisasi, bagaimana para karyawan menyelesaikan tugasnya, apakah sudah sesuai standar organisasi (tentang keselamatan kerja, prestasi dan kinerja).  Penelilaia kebutuhan pada organisasi yaitu penilaian pada level individu. Pada level ini organisasi dapat menilai pekerjaan karyawan dengan melihat perbedaan hasil kerja yang sebenarnya dengan standar yang ada pada perusahaan. Data tentang kinerja individu dapat dilihat atau dapat didapatkan dari para supervisor atau penyelia langsung, dapat juga didapat dari pelanggan, survey di lapangan, interview atau tes yang dilakukan oleh organisasi terhadap karyawan atau individu tersebut. Tes diatas dapat berupa pengetahuan tentang produk, contoh pekerjaan atau dibuat sebuah situasi. Dalam gambar 2 dapat dilihat sebuah bagan atau form untuk menilai performance seorang karyawan dalam pekerjaannya.
Tabel 2
Individual Development Plan (gambar tidak bisa ditampilkan d blog ini)
Form ini dapat dipegang oleh penyelia langsung untuk nantinya dapat dijadikan data dalam menganalisis kebutuhan pelatihan pada tingkat individu. Tidak ada aturan khusus yang mengharuskan sebuah organisasi menggunakan sebuah formula dalam menilai kebutuhan pelatihan pada masing-masing organisasi. Simamora (2004: 286) menyatakan langkah pertama dalam pelatihan adalah menentukan apakah ada kebutuhan riil akan pelatihan. Langkah menilai terhadap kebutuhan pelatihan merupakah langkah pertama yang sangat penting. Oleh karena itu sebaiknya organisasi jangan sampai salah dalam menilai kebutuhan pelatihan, sebagai contoh ketika sebuah organisasi sebenarnya membutuhkan pelatihan terhadap para front liner nya untuk memperbaiki service nya namun organisasi melakukan pelatihan terhadap para karyawan bagian pemasaran. Hal ini akan dapat menyebabkan tidak tercapainya efektifitas dan efisiensi organisasi. Oleh karena itu memang sebaiknya sebuah organisasi dalam melakukan penilaian terhadap kebutuhan pelatihan dan pengembangan tidak hanya berdasarkan feeling dari atasan, melainkan juga harus melalui tahap analisis yang jeli dan berdasarkan data yang ada. Beberapa buku memberikan contoh yang berbeda-beda dalam menilai kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Namun formula yang cukup banyak dilakukan oleh beberapa organisasi dan banyak dijadikan bahan acuan oleh beberapa konsultan sumber daya manusia adalah dengan melihat tabel individual development plan.
Pada gambar tiga diambil dari buku Cascio (2010: 296) mengenai bagaimana sebaiknya sebuah organisasi menilai kebutuhan pelatihan dan pengembangan pada organisasinya, gambar ini hampir senada dengan apa yang dinyatakan oleh Simamora (2004: 288). Namun pada buku Cascio menambahkan adanya analisis demografi, pada bukunya Simamora sang pakar hanya mengambil tiga langkah untuk menganalisis kebutuhan pelatihan dan pengembangan, yaitu analisis organisasional, analisis operasional, dan analisis personalia.
Gambar 3
Model Penilaian Kebutuhan Pelatihan (gambar tidak bisa ditampilkan pada blog)

Pada akhirnya penilaian terhadap kebutuhan pelatihan dan pengembangan pada sebuah organisasi berbalik lagi pada masing-masing organisasi. Tidak ada teknik atau satu formulasi terbaik untuk menilai kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Masing-masing pakar diatas memberikan beberapa alternatif pilihan untuk menilai kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Namun Cascio dan Simamora mengusulkan suatu formula yang sama yang dapat dilakukan oleh organisasi untuk menilai kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Mereka menyatakan bahwa kebutuhan pelatihan dan pengembangan dapat dinilai dengan melakukan penilaian terhadap level organisasi dahulu kemudian yang berikutnya berturut-turut adalah level operasional kemudian level individu. Namun pada Cascio setelah telah analisis terhadap level organisasi yaitu level demografi. Pada tataran praktek dilapangan para CEO atau BOD memang melakukan penilaian kebutuhan pelatihan dan pengembangan bermula dari kebutuhan pada level organisasi kemudian yang terakhir adalah kebutuhan pada level individu.
Prinsip-Prinsip Dalam Meningkatkan Pembelajaran.
Untuk dapat mencapai efektifitas pembelajaran yang diterima oleh peserta pelatihan atau karyawan yang melakukan pelatihan dan pengembangan, kemudian dapat melekat lama pada para peserta, dapat dilakukan dengan baik pada pekerjaannya yang sesungguhnya, terdapat beberapa prinsip yang dapat meningkatkan efektifitas pelatihan. Hal ini sudah dilakukan dan diteliti selama puluhan tahun sebelumnya. Untuk dapat mencapai efektifitas pembelajaran, didalam sebuah pelatihan harus memiliki,
1)      Motivasi dari peserta. Peserta yang akan mengikuti pelatihan harus memiliki motivasi sendiri dalam dirinya. Beberapa contoh konkrit dalam sebuah blog di internet terjadi pembehasan tentang program pelatihan dan pengembangan, pembahasan tersebut tidak hanya diikti oleh pihak dari perusahaan saja atau dari pihak konsultan saja melainkan ada juga dari pihak akademisi, pihak umum, dan pihak pekerja. Beberapa komentar dari pihak pekerja merasa senang dengan adanya program pelatihan dan pengembangan. Mereka merasa seperti ‘diorangkan’ oleh perusahaan. Mereka merasa perusahaan beranggapan bahwa mereka (karyawan) adalah asset yang sangat penting yang harus dijaga, dipelihara, oleh perusahaan. Jika karyawan yang akan mengikuti pelatihan dan pengembangan memiliki pemikiran yang sama seperti dalam keadaan diatas berarti salah satu syarat agar tercapainya sebuah efektifitas program pelatihan dan pengembangan sudah dimiliki. Memberikan motivasi kepada peserta pelatihan dapat dilakukan oleh atasan atau dapat mengambil konsultan dari luar. Atau sebelum memberikan pelatihan yang bersifat pengetahuan atau keterampilan organisasi sebaiknya melakukan pemberian motivasi terlebih dahulu kepada para peserta. Pada intinya untuk belajar, anda harus mau untuk belajar, jika sudah ada keinginan tidak mau kemungkinan besar program pelatihan tersebut tidak akan mencapai efektifitasnya.
2)      Kebanyakan, apa yang kita pelajari merupakan observasi kita atau pembelajaran kita terhadap orang lain (Cascio, 2010: 300). Kita akan menirukan apa yang orang lain lakukan ketika dia mendapatkan sesuatu yang baik. Sebagai contoh ketika seorang mendapatkan promosi jabatan atau ketika seseorang mencapai target penjualan selama berturut-turut selama sepuluh tahun, kita akan meniru apa yang mereka lakukan dalam mencapai semua itu. Kita akan meniru perilaku orang-orang yang dapat mencapai titik sukses tersebut. Biasanya yang mencadi model atau yang mencadi panutan atau contoh adalah seseorang yang memiliki kompetensi, memiliki kekuatan, bersahabat, memiliki status yang baik pada sebuah organisasi. Oleh karea itu jika pembelajaran memiliki seorang figure yang dapat menjadi contoh pencapaian efektifitas pembelajaran akan menjadi lebih mudah karena peserta atau karyawan memiliki model yang akan dicontoh perilakunya.
3)      Yang tidak kalah penting adalah materi pembelajaran yang sangat baik. Beberapa ahli menyatakan bahwa akan lebih mudah mempelajari dan mengingat materi yang berarti. Materi yang diberikan berkolaborasi dengan teknik mengajar yang baik akan mencapai pembelajaran yang baik. Ketika seorang pelatih memberikan materi sebaiknya diberikan bersama contoh-contoh simpelnya, kemudian jangan memberikan sebuah contoh dengan sesuatu yang jauh dari banyangan karyawan dan terlalu berat mengingat yang paling penting dalam pelatihan dan pengembangan adalah tercapainya efektifitas atau tujuan organisasi, bukan hanya dengan memakai pelatih yang mahal ataupun materi pembelajaran menggunakan bahasa inggris yang paling bagus namun tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
4)      Kemudian dalam meningkatkan pembelajaran sebaiknya tidak hanya sekedar teori saja, ketika seorang dilatih keterampilannya dalam memotong kayu sebaiknya dilakukan dengan mencoba keterampilan tersebut. Kemampuan peserta akan maksimal ketika mereka mencoba untuk melakukannya, pengalaman terhadap teori dan prakteknya akan sangat berharga buat peserta atau karyawan yang mengikuti pelatihan tersebut. Oleh karena itu sebaiknya dalam sebuah pelatihan dan pengembangan dilakukan uji coba atau praktek terhadap apa yang dipelajari. Ketika program pelatihan tersebut berhubungan dengan cara menunggangi kuda maka praktek menunggang kuda merupakan hal penting, ketika karyawan yang dilatih adalah level manajer atas maka praktek yang penting adalah bagaimana memecahkan dan membuat suatu kebijakan yang baik pada sebuah masalah.
5)      Umpan balik dari para peserta juga sama pentingnya dalam mencapai efektifitas program pelatihan dan pengembangan. Jika pelatihan hanya terjadi satu arah mungkin tidak begitu menyenangkan oleh para peserta. Umpan balik ini diperlukan untuk berkomunikasi dengan para peserta atau karyawan yang mengikuti program pelatihan. Dalam umpan balik ini organisasi bisa mendapatkan apa sebenarnya yang menjadi keluhan dari program pelatihan dan pengembangan tersebut. Apakah para pelatihnya yang kurang baik, tekniknya yang tidak sesuai atau materinya yang tidak relevan dan lain-lain sehingga organisasi dapat mengetahui akan seperti apa pengaruh investasi yang telah mereka keluarkan.
Hal-hal tersebut diatas sebaiknya dimiliki oleh sebuah program pelatihan dan pengembangan. Dalam bunkunya Cascio (2010) mengungkapkan untuk menjadikan sebuah pelatihan menjadi sangat efektif program tersebut harus memiliki hal-hal esensial diatas. Tidak perduli mana yang menjadi prioritas utama, karena urutan pemenuhannya dapat terbalik-balik namun yang paling penting adalah pemenuhan semua unsure-unsur diatas tersebut.
Memilih Metode Pelatihan Dan Pengembangan.
Metode pelatihan terus berkembang setiap tahunnya. Selalu ada metode baru untuk dapat mencapai efektifitas maksimal dalam program pelatihan dan pengembangan. Metode-metode tersebut terus berkembang sejalan dengan pengkajian tentang metode-metode pembelajaran yang paling efektif dan pengkajian tentang berperilaku, stimulus dan sebagainya. Setiap organisasi memiliki permasalahan yang berbeda-beda atau case by case, oleh karena itu setiap permasalahan memiliki penyelesaian yang berdeda pula. Tidak ada aturan yang mengatur jika satu permasalahan harus dipecahkan oleh suatu metode tertentu. Oleh karena itu kebijakan dilapangan setiap organisasi akan berbeda-beda. Kemudia tidak semua permasalahan dalam sebuah organisasi dapat dipecahkan oleh program pelatihan dan pengembangan. Kemudian Cascio (2010: 308) mengklasifikasikan metode pelatihan menjadi 3, yaitu:
1)      Tehnik presentasi-informasi, seperti memasukan dosen dalam program, teleconference, melalui video, dan metode-metode lain yang dilakukan menggunakan tehnik presentasi.
2)      Metode simulasi, seperti metode studi kasus, bermain peran, model perilaku, simulasi bisnis dan berbagai metode lain yang terus berkembang.
3)      On the job training, seperti rotasi jabatan, supervisor memberikan pengarahan langsung ketika kerja dan beberapa kehnik lain yang dilakukan didalam pekerjaan langsung.
Beberapa gambar contoh pelatihan dan pengembangan dapat dilihat pada gambar 4 dibawah ini. Namun masih banyak metode pelatihan yang belum dipaparkan seperti outbond activity.
Gambar 4
Contoh Metode Pelatihan Dan Pengembangan
Menurut Handoko (2000: 110) ada dua kategori pokok program latihan dan pengembangan manajemen yaitu,
1)      Metode Praktis (on the job training), teknik-teknik ini merupakan metode pelatihan yang paling banyak digunakan. Karyawan dilatih tentang pekerjaan baru dengan supervisi langsung seorang ‘pelatih’ yang berpengalaman (biasanya karyawan lain). Berbagai macam teknik ini yang biasa digunakan dalam praktek seperti tergambar dalam gambar 5.
2)      Teknik-teknik presentasi informasi dan metode-metode simulasi  (off the job training),
Masing-masing kategori memiliki sasaran pengajaran sikap, konsep atau pengetahuan dan/ atau keterampilan utama yang berbeda. Secara sistematik teknik-teknik latihan dan pengembangan ditunjukan dalam gambar 5. Handoko juga menyatakan bahwa dalam pemilihan teknik tertentu untuk digunakan pada program latihan dan pengembangan, ada beberapa trade-offs. Ini berarti tidak ada satu teknik yang selalu paling baik. Metode terbaik tergantung sejauh mana suatu teknik memenuhi apa yang dibutuhkan organisasi.
Gambar 5
Teknik-Teknik  Latihan Dan Pengembangan (gambar tidak bisa d tampilkan dalam blog)
Evalusi Program Pelatihan Dan Pengembangan.
Cascio (2010: 309) menyatakan untuk mengevaluasi pelatihan organisasi harus memiliki dokumen yang sistematis tentang outcome dari program, mengenai bagaimana perilaku karyawan setelah dilakukan pelatihan pada pekerjaannya dan bagaimana perilaku tersebut dalam kaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi. Cascio menyarankan sebuah organisasi dapat menjawab pertanyaan dibawah dalam rangka menilai evektifitas pelatihan.
1)      Apakah pelatihan sudah mendapatkan keterampilan khusus, pengetahuan atau performance?
2)      Apakah terjadi perubahan?
3)      Apakah pelatihan sesuai dengan perubahan?
4)      Apakah perubahan positif tersebut berkaitan dengan pencapaian dan tujuan dari organisasi?
5)      Apakah akan terjadi perubahan yang sama terhadap partisipan dalam program pelatihan yang sama?
Pada akhirnya pengaruh pelatihan pada organisasi merupakan sesuatu yang paling penting, namun paling sulit dilakukan. Beberapa penelitian dan studi mengenai hal ini telah banyak dilakukan, namun organisasi dapat melakukan modifikasi dalam menilai atau melakukan evaluasi terhadap program pelatihannya. Beberapa studi dan buku manajemen juga psikologi industri yang mengulas atau mempelajari tentang pelatihan dan pengembangan selalu melakukan suatu tes pada awal sebelum test dan pada akhir setelah selesai test. Namun bagaimana langkah konkritnya organisasi melakukan evaluasi terhadap program pelatihannya masing-masing organisasi dapat melakukan hal yang berbeda-beda menyesuaikan dengan kebutuhannya. Penilaian dapat dilakukan dengan berbagaimacam cara salah satunya adalah mengisi kuesioner, melakukan observasi dan lain-lain. Cascio sendiri mengusulkan gambar 6 dalam melakukan evaluasi program pelatihan dan pengembangan.
Gambar 6
Tipe Sebelum-Sesudah, Desain Untuk Menilai Outcomes Pelatihan

Trained group
Untrained group
Pretest
?
?
Training
?
?
Posttest
?
?
Sumber: Cascio, 2010: 311
T. Hani Handoko (2000: 119) mengatakan implementasi program latihan dan pengembangan berfungsi sebagai proses transformasi. Para karyawan yang tidak terlatih diubah menjadi karyawan-karyawan yang berkemampuan, sehingga dapat diberikan tanggung jawab lebih besar. Untuk menilai keberhasilan program-program tersebut, manajer harus mengevaluasi kegiatan-kegiatan latiha dan pengembangan secara sistematis. Secara ringkas Handoko (2000: 120) mengatakan evaluasi latihan dan pengembangan dapat mengikuti langkah-langkah seperti pada gambar 7.
  Gambar 7
Langkah-Langkah Dalam Evaluasi Latihan Dan Pengembangan (gambar hubungi saya ya)


 

Kemudian Munandar (2008: 119) mengusulkan dalam menilai program pelatihan terdapat 4 tingkat, yaitu:
1)      Reaksi dari peserta pelatihan, sejauh mana peserta pelatihan menyukai pengalaman pelatihan tersebut.
2)      Pembelajaran dari peserta pelatihan, seberapa banyakny peserta pelatihan belajar dari pengalaman pelatihan ini.
3)      Perilaku para peserta pelatihan pada pekerjaan, seberapa banyak peserta latihan berubah perilakunya pada pekerjaannya sebagai dari hasil pengalaman pelatihan.
4)      Hasil dari organisasi, sejauh mana pelatihan mempengaruhi organisasi dan sebesar apa manfaat /untung dari pelatihan yang dirasakan oleh organisasi.
Hal-hal tersebut diatas dijawab oleh organisasi. Menjawab hal-hal tersebut diatas dapat dilakukan dengan cara observasi, wawancara atau interview dan memberikan beberapa tes sebelum dan sesudah dilakukannya pelatihan dan pengembangan. Lebih lanjut sebenarya Munandar menguraikan dengan panjang 4 hal tersebut diatas. Namun pada intinya organisasi dapat menjawab hal diatas dengan berbagai cara yang dirasa dapat dilakukan dan sesuai dengan kapabilitas maksimal organisasi.
Kemudian pakar sumber daya manusia lain mengusulkan dalam memverifikasi keberhasilan suatu program, kriteria yang efektif digunakan untuk mengevaluasi kegiatan pelatihan dan pengembangan adalah dengan berfokus kepada outcome nya. Para pengelola dan instruktur perlu memperhatikan hal berikut (Rivai, 2005: 248):
1)      Reaksi dari para peserta pelatihan terhadap proses dan isi kegiatan pelatihan.
2)      Pengetahuan atau proses pembelajaran yang diperoleh melalui pengalaman pelatihan.
3)      Perubahan perilaku yang disebabkan karena kegiatan pelatihan.
4)      Hasil atau perbaikan yang dapat diukur baik secara individu maupun organisasi, seperti makin rendahnya turnover, makin sedikit kecelakaan kerja, makin kecil ketidak hadiran, makin menurunya kesalahan kerja, makin efisiennya penggunaan waktu dan biaya, serta semakin produktifnya karyawan dal lain-lain.
Dalam bukunya Rivai juga banyak memberikan contoh-contoh form yang dapat digunakan dalam sebuah organisasi menilai efektifitas program pelatihan dan pengembangan. Kemudian Rivai juga menyatakan bahwa evaluasi terhadap program pelatihan dan pengembangan harus melalui beberapa tahap sebagaimana terlihat pada gambar 8 dibawah ini.
Gambar 8
Tahapan Evaluasi Program Pelatihan Dan Pengembangan (gambar hubungi saya ya)


[1] Swa………..
[2] Marketing des 2006
[3] Swa…………..